Jakarta – Gelombang protes dari para pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat. Gabungan pengemudi ojol se-Indonesia menyuarakan kekecewaan mendalam terkait sistem potongan aplikasi yang dinilai tidak adil dan kian memberatkan hidup mereka. Dalam forum diskusi terbuka dengan Komisi V DPR RI, para perwakilan ojol dengan tegas mengancam akan menggelar aksi demonstrasi yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak segera dipenuhi oleh pemerintah.

Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum Garda Indonesia, mengungkapkan kekesalannya atas ketidakjelasan sikap pemerintah terkait masalah ini. Menurutnya, potongan aplikasi yang saat ini mencapai 20 persen atau lebih sangat memukul pendapatan para mitra pengemudi. Mereka menuntut agar potongan tersebut diturunkan menjadi maksimal 10 persen.

"Kami tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut. Kami memberikan waktu hingga akhir Mei kepada Kementerian Perhubungan untuk mengambil keputusan. Jika tidak, kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi!" tegas Igun.

Lebih lanjut, Igun menyinggung kerugian yang dialami perusahaan aplikasi ojol saat aksi offbid massal beberapa waktu lalu. Ia bahkan mengklaim bahwa aplikator kehilangan potensi pendapatan hingga ratusan miliar rupiah akibat aksi tersebut. "Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami siap memberikan ‘hukuman’ yang lebih besar lagi kepada mereka," ancamnya.

Senada dengan Igun, Ade Armansyah dari Kelompok Korban Aplikator menjanjikan bahwa aksi demonstrasi oleh para pengemudi ojol akan berhenti jika pemerintah mengabulkan tuntutan mengenai potongan aplikasi. "Kami membutuhkan dukungan dari para anggota dewan untuk menekan pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, agar menetapkan potongan aplikasi maksimal 10 persen," ujar Ade.

"Dengan demikian, tidak akan ada lagi aksi-aksi ojol di kemudian hari, dan kami siap mengikuti kemauan bapak-bapak untuk membuat undang-undang," tambahnya.

Anggota Fraksi PDIP Adian Napitupulu menunjukkan pemahamannya terhadap keluhan para pengemudi ojol. Ia menilai bahwa masalah potongan biaya aplikasi memang mendesak untuk diselesaikan sebelum membahas rancangan undang-undang terkait ojek online.

Adian menyoroti adanya celah dalam regulasi yang memungkinkan aplikator menerapkan potongan biaya di luar ketentuan yang ada. Menurutnya, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 mengatur potongan aplikasi maksimal 20 persen. Namun, aplikator seringkali mengenakan biaya tambahan dengan nama lain, seperti biaya layanan atau biaya aplikasi, yang jika ditotal bisa mencapai hampir 50 persen dari total transaksi.

"Dasar hukum untuk potongan 20 persen jelas, tapi dasar hukum untuk biaya layanan dan biaya aplikasi ini apa? Ini yang harus dipertanyakan. Potongan biaya bisa mencapai Rp 15 ribu dari total tagihan Rp 36 ribu," kata Adian, mempertanyakan legalitas praktik tersebut.

Ancaman aksi demonstrasi yang lebih besar dari para pengemudi ojol ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkret. Jika tidak, bukan tidak mungkin kota-kota besar di Indonesia akan kembali dilanda gelombang unjuk rasa yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Pemerintah diharapkan dapat mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pihak, baik pengemudi ojol maupun perusahaan aplikasi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini