DEPOK – Car Free Day (CFD) di Kota Depok kembali menjadi perbincangan hangat. Insiden pekan lalu, di mana sebuah kendaraan pribadi nekat menerobos jalur steril CFD dan berujung amarah warga, menyoroti kembali dilema klasik: bagaimana menyeimbangkan tujuan mulia ruang publik sehat dengan kebutuhan mendesak aksesibilitas warga.

Setiap Minggu, dari pukul 06.00 hingga 09.00 WIB, Jalan Margonda Raya hingga Jalan Arif Rahman Hakim (ARH) disulap menjadi area bebas kendaraan bermotor. Tujuannya jelas, memberikan ruang bagi warga untuk berolahraga, bersosialisasi, dan menikmati udara yang lebih bersih. Namun, di balik niat baik ini, muncul pertanyaan krusial: bagaimana dengan situasi darurat?

Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok sebenarnya telah memberikan pengecualian. Kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan angkutan umum massal dengan trayek tetap diperbolehkan melintas. Kepala Dishub Kota Depok, Zamrowi, menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk memastikan pelayanan dasar masyarakat tetap berjalan.

"Kendaraan yang diizinkan hanyalah kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, angkutan umum massal bertrayek tetap, kendaraan yang membawa pasien darurat atau kendaraan dengan kebutuhan mendesak dan kedaruratan lainnya," jelas Zamrowi.

Namun, di sinilah letak tantangannya. Definisi "kebutuhan mendesak" bisa sangat subjektif. Apakah seorang ibu hamil yang kontraksi dini termasuk dalam kategori darurat? Bagaimana dengan warga yang harus segera ke rumah sakit karena serangan asma mendadak? Siapa yang berhak menentukan dan mengawasi hal ini di lapangan?

Insiden kendaraan pribadi yang diamuk warga pekan lalu menjadi bukti bahwa komunikasi dan sosialisasi kebijakan ini belum berjalan optimal. Warga yang geram merasa bahwa aturan CFD telah dilanggar, sementara pengemudi mungkin merasa memiliki alasan mendesak untuk melintas.

Lebih dari sekadar penegakan aturan, diperlukan pendekatan yang lebih humanis dan solutif. Misalnya, dengan menyediakan jalur alternatif yang jelas dan terinformasi dengan baik bagi kendaraan yang benar-benar memiliki kebutuhan mendesak. Atau, dengan menempatkan petugas medis di beberapa titik strategis di area CFD untuk memberikan pertolongan pertama jika terjadi keadaan darurat.

CFD seharusnya menjadi momen yang menyenangkan dan bermanfaat bagi seluruh warga Depok. Bukan justru menjadi sumber konflik dan perdebatan. Dengan komunikasi yang baik, penegakan aturan yang adil, dan solusi yang kreatif, kita bisa mewujudkan CFD yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua pihak.

Pengalihan arus lalu lintas yang disiapkan Dishub, dengan dukungan kepolisian dan Satpol PP, adalah langkah positif. Namun, perlu dipastikan bahwa petugas di lapangan memiliki pemahaman yang sama tentang aturan dan mampu mengambil keputusan yang bijak dalam situasi yang kompleks.

Pada akhirnya, keberhasilan CFD bukan hanya diukur dari seberapa bersih udara dan seberapa sedikit kendaraan yang melintas. Lebih dari itu, keberhasilan CFD diukur dari seberapa mampu kita menciptakan ruang publik yang nyaman, aman, dan inklusif bagi seluruh warga Depok, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan mendesak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini