Probolinggo – Kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kembali terjadi di Probolinggo, Jawa Timur, menyoroti kembali masalah klasik: rem blong pada truk. Insiden ini, yang melibatkan sebuah truk, pikap, dan sepeda motor, menewaskan empat orang di lokasi kejadian. Namun, di balik dugaan kerusakan teknis, tersembunyi permasalahan yang lebih fundamental: keterampilan dan pemahaman sopir terhadap kendaraan yang dikemudikannya.
Banyak pihak terfokus pada kondisi kendaraan sebagai penyebab utama rem blong. Padahal, menurut para ahli dan praktisi di industri truk, faktor manusia memegang peranan krusial. Bambang Widjanarko, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, menegaskan bahwa mayoritas kasus rem blong bukan disebabkan kerusakan awal, melainkan karena ketidakmampuan sopir mengoperasikan sistem pengereman dengan benar.
"Mengemudikan truk besar itu butuh teknik khusus. Tidak bisa disamakan dengan mengendarai mobil kecil atau light truck," ujarnya. Perbedaan mendasar terletak pada sistem pengereman dan bobot kendaraan. Sopir yang terbiasa dengan Colt Diesel, misalnya, tidak bisa menerapkan teknik yang sama saat mengendarai tronton. Injak pedal rem berulang kali pada tronton dapat menyebabkan angin di tangki habis, yang berujung pada rem blong.
Ahmad Wildan, Senior Investigator KNKT, menambahkan pentingnya memanfaatkan engine brake saat melintasi jalan menurun. "Jangan hanya mengandalkan rem utama. Engine brake membantu memperlambat laju kendaraan dengan memasang gigi rendah. Bus dan truk bahkan memiliki exhaust brake sebagai rem tambahan."
Menginjak pedal rem secara terus-menerus, menurut Wildan, dapat menyebabkan komponen overheating, kampas rem menyublim, dan minyak rem mendidih, yang mengakibatkan pedal rem terasa "ngempos". Ini adalah skenario berbahaya, terutama saat truk melaju di jalan menurun.
Lalu, apa solusi jangka panjang untuk mencegah tragedi serupa terulang?
- Pelatihan dan Sertifikasi Sopir Truk: Kurikulum pelatihan harus ditingkatkan, dengan penekanan pada teknik pengereman yang benar, pemahaman sistem engine brake dan exhaust brake, serta penanganan darurat saat terjadi rem blong. Sertifikasi yang ketat harus menjadi standar industri untuk memastikan sopir memiliki kompetensi yang memadai.
- Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pemerintah dan aparat kepolisian harus meningkatkan pengawasan terhadap truk yang beroperasi di jalan raya, terutama terkait dengan kelayakan teknis dan kompetensi sopir. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, seperti truk dengan rem blong atau sopir yang tidak memiliki sertifikasi, harus dilakukan tanpa kompromi.
- Investasi pada Teknologi Keselamatan: Perusahaan truk harus berinvestasi pada teknologi keselamatan, seperti sistem pengereman anti terkunci (ABS), electronic stability control (ESC), dan automatic emergency braking (AEB). Teknologi ini dapat membantu mengurangi risiko kecelakaan akibat rem blong.
- Edukasi Publik: Masyarakat perlu diedukasi tentang bahaya truk dengan rem blong dan pentingnya melaporkan kendaraan yang mencurigakan kepada pihak berwenang.
Kecelakaan di Probolinggo ini adalah pengingat pahit bahwa keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab bersama. Dengan meningkatkan keterampilan sopir, memperketat pengawasan, berinvestasi pada teknologi, dan meningkatkan kesadaran publik, kita dapat mencegah tragedi serupa terulang di masa depan. Keselamatan bukan hanya tentang kondisi kendaraan, tapi juga tentang kemampuan dan kesadaran pengemudi.