Pemerintah Malaysia tengah tancap gas mewujudkan ambisi menjadi pusat produksi dan inovasi kendaraan listrik (EV) di kawasan ASEAN. Salah satu langkah krusial yang diambil adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur pengisian daya. Targetnya, 10.000 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) tersebar di seluruh negeri, termasuk Sabah dan Sarawak, pada akhir tahun ini.

Langkah ambisius Negeri Jiran ini tentu menjadi sorotan. Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Fadillah Yusof, bahkan secara terbuka menyampaikan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah menarik investasi berkualitas tinggi dan meningkatkan kapabilitas industri lokal untuk memperkuat seluruh rantai pasok EV.

"Seiring meningkatnya penjualan EV, akan semakin banyak investor yang tertarik ke sektor ini," ujarnya, seperti dikutip dari Bernama.

Keseriusan Malaysia dalam mengembangkan ekosistem EV ini berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia. Data terakhir dari PLN menunjukkan bahwa hingga April 2025, Indonesia baru memiliki 3.558 unit SPKLU yang tersebar di 2.412 titik strategis. Meski PLN mengklaim telah memetakan SPKLU secara strategis, jumlahnya masih jauh tertinggal dibandingkan target Malaysia.

Tantangan Pengisian Cepat DC

Meski demikian, Malaysia juga menyadari adanya tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah kebutuhan akan lebih banyak pengisi daya cepat tipe direct current (DC), dibandingkan pengisi daya alternating current (AC).

Datuk Seri Fadillah menegaskan bahwa pemerintah bekerja sama dengan PETRONAS dan pelaku industri lainnya untuk mengatasi masalah ini. Kementerian terkait juga berupaya memastikan konektivitas pengisian daya yang memadai, termasuk di jalan tol, wilayah pedesaan, dan area lainnya di Malaysia.

Pelajaran untuk Indonesia

Langkah agresif Malaysia dalam membangun infrastruktur SPKLU seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Untuk bisa bersaing di kancah regional dan global, Indonesia perlu mempercepat pembangunan SPKLU, terutama pengisi daya cepat DC, serta menarik investasi di sektor ini.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan swasta juga menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem EV yang kondusif. Dengan langkah yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri EV di ASEAN. Namun, jika terlambat, Indonesia bisa semakin tertinggal dari negara tetangga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini