Ekspor kendaraan roda empat Indonesia mencatatkan performa menggembirakan pada Mei 2025. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan adanya lonjakan signifikan pada pengiriman mobil ke luar negeri, sebuah oase di tengah gurun lesunya penjualan di dalam negeri. Namun, apakah kilau ekspor ini benar-benar pertanda baik, atau justru menyimpan sinyal bahaya bagi keberlangsungan industri otomotif nasional?
Ekspor CBU dan CKD Terbang Tinggi
Pada Mei 2025, ekspor mobil dalam bentuk utuh (CBU) mencapai 47.849 unit, melonjak 38,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam lima bulan pertama tahun ini, dan mendongkrak total ekspor CBU kumulatif sebesar 7% menjadi 192.501 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kisah sukses juga datang dari ekspor mobil dalam bentuk terurai (CKD). Kenaikannya bahkan lebih fantastis, mencapai 184,2% secara bulanan dengan total 7.502 set unit. Jika dibandingkan dengan Mei 2024, pertumbuhan ekspor CKD meroket hingga 362,5%. Secara kumulatif, ekspor CKD Januari-Mei 2025 naik 28,7% menjadi 22.119 set unit.
Komponen Otomotif Terpeleset
Sayangnya, performa apik ekspor CBU dan CKD tidak diikuti oleh ekspor komponen otomotif. Meskipun secara bulanan ada peningkatan 38,5% menjadi 12.082.768 pieces, secara kumulatif ekspor komponen otomotif masih mencatatkan penurunan sebesar 16,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini menjadi catatan penting yang perlu dicermati.
Pasar Domestik Merana
Di balik gemerlapnya angka ekspor, pasar domestik justru menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Penjualan ritel mobil turun 15,1% secara tahunan. Meskipun ada sedikit pemulihan setelah Lebaran, secara kumulatif, sepanjang Januari-Mei 2025, baik wholesales maupun ritel mengalami penurunan masing-masing 5,5% dan 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Analisa dan Perspektif
Lonjakan ekspor bisa menjadi strategi jitu bagi produsen untuk menjaga stabilitas produksi di tengah permintaan domestik yang melemah. Namun, ketergantungan yang terlalu besar pada pasar ekspor juga memiliki risiko. Perubahan kebijakan perdagangan, fluktuasi nilai tukar, atau krisis ekonomi di negara tujuan ekspor bisa berdampak signifikan pada kinerja industri otomotif nasional.
Penurunan ekspor komponen otomotif juga menjadi perhatian serius. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun ekspor mobil utuh meningkat, kandungan lokal dalam produk tersebut mungkin belum optimal. Pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama untuk meningkatkan daya saing industri komponen otomotif dalam negeri agar mampu memenuhi kebutuhan pasar ekspor dan domestik.
Lesunya pasar domestik adalah masalah yang tak bisa diabaikan. Berbagai faktor, seperti daya beli masyarakat yang belum pulih, suku bunga yang tinggi, dan ketidakpastian ekonomi global, menjadi penyebabnya. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mendorong kembali pertumbuhan pasar otomotif domestik, misalnya dengan memberikan insentif fiskal, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Singkatnya, meskipun ekspor mobil Indonesia menunjukkan tren positif, kita tidak boleh terlena. Di balik angka-angka yang menggembirakan, terdapat tantangan besar yang perlu diatasi agar industri otomotif nasional dapat tumbuh berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian negara. Keseimbangan antara pasar ekspor dan domestik, serta penguatan industri komponen dalam negeri, adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.