Kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta memang menjadi momok yang tak terhindarkan. Namun, ironisnya, solusi yang diambil sebagian pengendara motor justru memperparah masalah dan mengabaikan hak orang lain: menggunakan trotoar sebagai jalur alternatif.
Aksi ini, meskipun mungkin terlihat sepele bagi pelaku, menyimpan dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar pelanggaran lalu lintas. Ini adalah cermin dari hilangnya empati dan rendahnya kesadaran akan ruang publik yang seharusnya dinikmati oleh semua orang, terutama pejalan kaki.
Bayangkan seorang ibu dengan kereta bayi, seorang lansia yang berjalan perlahan, atau seorang penyandang disabilitas yang berusaha melintasi trotoar. Kehadiran motor yang melintas dengan seenaknya bukan hanya mengganggu, tetapi juga mengancam keselamatan mereka. Trotoar, yang seharusnya menjadi ruang aman bagi pejalan kaki, berubah menjadi arena berbahaya yang dipenuhi risiko kecelakaan.
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, tindakan ini adalah manifestasi dari egoisme di jalan raya. Pengendara motor yang memilih trotoar sebagai jalan pintas menunjukkan bahwa kepentingan pribadi mereka lebih utama daripada keselamatan dan kenyamanan orang lain. Mereka lupa bahwa jalan raya adalah fasilitas publik yang seharusnya digunakan dengan tertib dan saling menghormati.
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Lalu Lintas Sudinhub Jakarta Pusat, Budi Setiawan, menegaskan bahwa penggunaan trotoar oleh pengendara motor adalah pelanggaran serius yang dapat dikenakan sanksi tegas. "Kami secara rutin melakukan penertiban dan memberikan sanksi tilang kepada pengendara yang melanggar. Namun, penegakan hukum saja tidak cukup. Perlu ada kesadaran dari diri sendiri untuk tidak melanggar," ujarnya.
Namun, menindak tegas saja tak akan menyelesaikan akar masalah. Perlu ada perubahan paradigma di kalangan pengendara motor. Edukasi tentang etika berlalu lintas, kesadaran akan hak pejalan kaki, dan penanaman nilai-nilai empati harus menjadi prioritas.
Penting untuk diingat bahwa jalan raya adalah ruang publik yang harus dinikmati bersama. Menggunakan trotoar sebagai jalan pintas bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak orang lain dan menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi pejalan kaki. Mari bersama-sama membangun budaya berkendara yang tertib, bertanggung jawab, dan penuh empati. Dengan begitu, jalan raya akan menjadi tempat yang lebih aman dan nyaman bagi semua.