Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki rencana besar jika terpilih menjadi Presiden Indonesia pada pemilu 2024, yaitu menjadikan Indonesia swasembada energi. Ia berjanji akan mengupayakan Indonesia bisa terbebas dari ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dengan memanfaatkan sumber daya nabati lokal yang diklaim tidak akan pernah habis.

Menurut Prabowo, Indonesia kaya akan tanaman komoditas perkebunan yang bisa diolah menjadi etanol, salah satu bahan bakar nabati yang lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber energi fosil. Etanol bisa diproduksi dari tanaman seperti tebu dan singkong yang bisa menghasilkan etanol melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme.

"Kita nanti green energy dan kita akan swasembada energi bensin, dari mana? Dari etanol, etanol dari mana? Dari tebu dan singkong," kata Prabowo dalam orasi ilmiah saat Wisuda Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) di Bandung, Jawa Barat, dikutip Antara.

Etanol bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan pengganti bensin, yang diklaim bisa mengurangi emisi karbon dan polusi udara. Etanol juga bisa membantu mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil yang sangat terbatas dan mahal.

"Artinya nanti BBM kita akan ramah lingkungan, tidak ada polusi dan terbarukan," ucap Prabowo.

Selain hendak menjadikan singkong dan tebu sebagai bahan bakar pengganti bensin, Prabowo juga berencana menjadikan sawit sebagai bahan baku utama pembuatan solar atau minyak diesel (biodiesel). Sejatinya, Pertamina sudah lama menggunakan campuran biodiesel dari minyak CPO sebagai campuran solar yang dikenal dengan B30. Artinya, persentase minyak nabati sawit dalam solar yang dijual di SPBU Pertamina sekitar 30 persen.

Sementara Prabowo ingin kadar minyak nabatinya ditambah, bahkan kalau bisa persentase minyak nabati sawit dalam solar sampai 100 persen alias tanpa menggunakan campuran minyak fosil sama sekali. Hal ini disebut sebagai B100, yang merupakan biodiesel dari kelapa sawit 100 persen.

"Kita sudah bisa bikin B100, artinya biodiesel dari kelapa sawit 100 persen. Bisa kita bayangkan nggak? Kita tidak akan impor lagi solar dari luar negeri, karena kita punya produksi kelapa sawit sekarang 48 juta ton," sambungnya lagi.

Prabowo mengklaim, dengan menggenjot produksi B35 menjadi B100, Indonesia bisa menghemat biaya impor BBM sekitar USD 10 miliar hingga USD 25 miliar per tahunnya. Selain itu, program B100 juga bisa menyerap tenaga kerja sekitar 1,6 juta orang serta mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 34,9 juta ton CO2e.

Prabowo menegaskan, rencana swasembada energi ini bukan sekadar mimpi, tetapi sudah didukung oleh para pakar dan peneliti. Ia juga mengaku sudah berbicara dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif tentang hal ini.

"Saya sudah bicara dengan para pakar, kita harus swasembada BBM, tidak lagi impor BBM. Kita akan produksi, kita akan produksi solar kita sendiri," ujar Prabowo dalam kampanye di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/1/2024), dikutip dari BeritaSatu.

Namun, rencana Prabowo ini tidak tanpa tantangan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah ketersediaan lahan untuk menanam tebu, singkong, dan sawit. Prabowo mengatakan, ia sudah meminta izin kepada Presiden Jokowi untuk mengembangkan lahan seluas 10 juta hektare di Kalimantan untuk dijadikan food estate dan energy estate.

"Kita akan tanam tebu, kita akan tanam singkong, kita akan tanam sawit, kita akan tanam padi, kita akan tanam jagung, kita akan tanam kedelai, kita akan tanam semua yang kita butuhkan," kata Prabowo.

Namun, rencana ini juga menuai kritik dari sejumlah pihak, terutama terkait dampak lingkungan dan sosial dari pembukaan lahan skala besar. Beberapa aktivis lingkungan mengingatkan bahwa food estate era Soeharto pernah menyebabkan kerusakan hutan dan gambut di Kalimantan, serta konflik dengan masyarakat adat.

Selain itu, ada juga pertanyaan tentang kelayakan ekonomi dan teknis dari penggunaan etanol dan biodiesel sebagai bahan bakar utama. Beberapa ahli mengatakan bahwa etanol dan biodiesel masih memiliki biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan BBM fosil, serta membutuhkan infrastruktur dan teknologi yang mendukung.

Apakah rencana Prabowo ini bisa terwujud dan memberikan manfaat bagi Indonesia? Ataukah hanya menjadi janji politik belaka yang tidak realistis dan berisiko? Hanya waktu yang bisa menjawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini